Hati bersih anak-anak mengajarkan Keteladanan …

Seorang ibu kebingungan. Ia memotong rambut anak perempuannya yang baru berumur tiga tahun tetapi rambut di kepala anaknya tersebut ternyata terlalu pendek dengan bentuk yang tak beraturan. Si ibu merasa sangat bersalah dan terus memandangi rambut anaknya. Ia berpikir, apalagi yang dapat dilakukannya untuk membuat penampilan anaknya lebih baik. Namun, tak ada lagi yang dapat dilakukannya, selain menunggu rambut di kepala anaknya kembali tumbuh.

Si ibu kemudian memandangi anaknya dan meminta maaf pada anaknya. Ia menyatakan rasa bersalahnya dan meminta maaf bahwa ia belum dapat memotong rambut sang anak dengan baik.

Sang anak pun memandangi ibunya dan memandangi wajah dan rambut barunya di cermin. Wajahnya sedikit bingung dengan penampilan barunya. Namun, tak lama, senyumnya pun mengembang. Anak perempuan kecil tersebut lalu memeluk sang ibu. Ia berbisik, “Iya nggak papa Bunda, nanti lambutku panjang sepelti Bunda.” Anak itu pun kemudian mencium pipi ibunya.

Sang ibu sangat terkejut dengan respon anaknya. Ia mengira bahwa anaknya akan menangis melihat rambut barunya yang terlihat sangat mengecewakan dan acak-acakan tersebut.

Yang bahkan dimata suaminya, rambut sang anak terlihat seperti bola dibelah setengah, lengkap dengan pitak di bagian belakang. Sang ayah bahkan tak henti menertawakan si anak. Namun, si anak terlihat tak peduli dan malah menghambur ke pelukan ibunya dengan gembira.

Itulah anak. Hatinya yang polos dan nuraninya yang bening, membuatnya begitu mudah memaafkan dan melupakan kesalahan orang lain.

Si ibu jadi merasa malu sendiri dengan dirinya. Seringkali, ia begitu cepat marah dengan tindakan anaknya yang dianggapnya salah dan menghukum anaknya. Hukuman tersebut pun berlangsung selama beberapa waktu dengan anggapan, dengan cara demikian, si anak akan belajar akan akibat dari kesalahan yang dilakukannya.

Kini, ketulusan si anak memaafkannya, membuat si ibu sadar bahwa anaknya yang baru tiga tahun tersebut, baru saja mengajarinyan tentang arti ketulusan dan memaafkan.

Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan berkurang harta karena sedekah dan tidak akan ada seorang pun dizalimi kemudian memberi maaf melainkan Allah akan menambah kemuliaan dirinya.” (HR. Ahmad).

Anak dengan sifat alami ketulusannya memberi maaf, merupakan salah satu contoh dari bagaimana memberi maaf justru semakin mengeratkan kasih sayang dan memuliakan diri sang pemberi maaf.

Memaafkan tentu bukan karena si pemberi maaf berada di posisi yang lemah, yang karena itu, dia “harus” memaafkan. Justru karena memaafkan itulah seseorang akan berada di posisi yang lebih mulia karena mampu mengendalikan dirinya sendiri dari kemarahan dan memilih memaafkan, di situasi ketika ia berpeluang membalas kezaliman.

Belajar dari anak memang akan mengajari kita tentang makna-makna sejati kehidupan. Fitrahnya yang masih bersih membuat kita akan melihat bagaimana seharusnya seorang manusia menyikapi setiap masalah.

Kebersihan hati anak terpancar dari wajahnya, sedikit sekali memandang anak kecil yang imut hati orang menjadi bete.

Lain halnya suami istri yang sudah punya anak, diantara mereka seringkali mudah mengucap cerai dan melupakan romantisme, kebaikan, jasanya satu sama lain, demi egoisme seorang manusia dewasa yang selalu minta dihargai, dan dihormati.

Apalagi kalau sudah menjadi petinggi, saking tingginya ada yang memanggil dari bawah tidak kedengaran. Walaupun yang memanggil sekian banyak orang yang menderita.

Semoga Allah SWT mengembalikan kita kepada fitrah sebagai manusia, yang diawal kehidupan begitu polos bagai kertas putih, kemudian terkotori oleh noda dan dosa kesalahan. Hingga menjadi lupa diri dan lupa bawahan eh lupa daratan, maksudnya. Na’udzubillaah min dzalik.

.

.

[sumber: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10151823581576840&set=a.117212296839.110306.109056501839&type=1]