Puasa & Kesehatan …
Untuk mengubah kualitas seseorang dari Iman menjadi Takwa dibutuhkan 3 tahap. Masing-masing sekitar 10 hari. Rasulullah mengatakan bahwa puasa Ramadhan selama sebulan itu dibagi menjadi 3 tahap. Yaitu, sepuluh hari pertama berisi Rahmat. Sepuluh hari kedua berisi Ampunan alias Maghfirah. Dan sepuluh hari terakhir berisi dengan Nikmat.
Dalam konteks ‘penyembuhan’ yang kita bahas di depan, 3 tahap proses ini menemukan kesamaannya. Yaitu, proses detoksifikasi alias penggelontoran racun, proses rejuvenasi atau peremajaan, dan proses stabilisasi atau pemantapan kondisi. Hal ini bisa bermakna lahiriah maupun batiniah sekaligus.
Secara lahiriah, tiga tahapan dalam puasa Ramadhan itu menggambarkan terjadinya proses penyeimbangan kondisi kesehatan tubuh seseorang. Saya pernah mengadakan pengamatan sederhana terhariap sejumlah kawan-kawan yang berpuasa pada bulan Ramadhan tahun lalu.
Sebelum memasuki puasa Ramadhan, kami beberapa orang termasuk saya melakukan check kesehatan di laboratorium untuk mengukur kadar asam urat, kolesterol, gula darah dan SGOT/SGPT Kami ingin membandingkan kondisinya dengan setelah melakukan puasa.
Maka yang terjadi sungguh menarik untuk dicermati. Dan saya ingin melakukan pendalaman lebih lanjut tentang efek puasa Ramadhan terhariap kondisi kesehatan seseorang.
Namun secara umum, tiga tahapan puasa di atas memang terjadi. Dalam pengamatan itu, saya menemukan kesimpulan bahwa 10 hari pertama, kondisi kesehatan kami mengalami proses detoksifikasi alias penggelontoran racun besar besaran. Prosesnya memang bisa berbeda beda pada setiap orang. Namun secara umum terjadi penurunan kadar kolesterol, asam urat, gula darah dan SGOT/ SGPT secara dramatis.
Misalnya, di antara kami ada yang sebelum puasa itu memiliki kadar kolesterol sangat tinggi. Kadar kolesterol total 245 (normalnya di bawah 200 mg/dl), HDL cuma 42 (normalnya di atas 55 mg/dl), LDL mencapai kadar ‘tak terhitung’ (normalnya lebih kecil dari 150 mg/ dl), dan TG sebesar 513 (normalnya 150 mg/dl).
Setelah berpuasa selama 10 hari pertama, kami melakukan cek ulang ke lab. Hasilnya sungguh menarik. Kolesterol totalnya turun menjadi 216. HDL yang terlalu rendah meningkat menjadi 55. LDL yang terlalu tinggi (tidak terhitung) menjadi normal kembali sebesar 111. Dan Trigliserida yang 513 turun menjadi 249.
Proses detoksifikasi yang terjadi selama puasa 10 hari pertama itu ternyata sangat signifikan. Padahal, biasanya dalam kondisi tidak puasa, penurunan sebesar itu dilakukan dalam waktu 4 minggu menggunakan obat-obatan penurun kadar kolesterol. Itu pun harganya tergolong tidak murah. Lewat puasa, bisa dilakukan hanya dalam waktu 10 hari tanpa menggunakan obat sama sekali.
Badan melakukan fungsinya untuk melakukan penyeimbangan secara alamiah dengan sangat efektif pada saat kita berpuasa. Yang terlalu tinggi diturunkan. Dan yang terlalu rendah ditinggikan, secara otomatis.
Saat proses detoksifikasi itu biasanya kita merasakan kondisi yang kurang mengenakkan badan. Ada yang merasa lemas. Ada juga yang merasa. Pusing-pusing dan demam ringan. Atau, kadang dibarengi dengan diare ringan serta air kencing yang keruh. Semua itu normal saja, karena sedang terjadi penggelontoran racun secara besar-besaran dalam tubuh kita. Gejala-gejala itu biasanya hilang dalam waktu beberapa hari, setelah badan kita beradaptasi.
Pada 10 hari kedua, proses penggelontoran itu terus berlanjut. Tapi dengan kecepatan yang lebih rendah. Penggelontoran besar besaran hanya terjadi pada 10 hari pertama. Dan bersamaan dengan detoksifikasi berkecepatan rendah itu, mulai terjadi peremajaan pada bagian-bagian yang mengalami kerusakan. Sistem tubuh mulai mengarah pada keseimbangannya.
Cek laboratorium menunjukkan kecepatan penurunan semakin melambat. Pada hari ke 21, hasil lab memperlihatkan semua kadar kolesterol berangsur-angsur normal. Kolesterol total mencapai angka cukup ideal 182 mg/dl. Sedangkan HDL konstan pada 55 mg/dl. LDL semakin rendah mencapai 96 mg/dI. Dan Trigliserida menjadi 148 mg/dl.
Selain kolesterol, ternyata asam urat juga mengalami penyeimbangan kembali. Sebelum puasa, kadarnya 7,7 (normalnya di bawah 7 untuk laki laki). Ternyata dalam 10 hari pertama pada orang yang sama asam uratnya turun menjadi 6,6. Dan pada hari ke 21 asam urat turun lagi menjadi 6,2.
Pada 10 hari terakhir, kondisinya menuju pada keadaan seimbang. Ada penurunan namun semakin rendah kecepatannya. Yang menarik, ternyata berat badan juga mengalami proses yang seirama.
Pada 10 hari pertama, berat badan mengalami penurunan cukup besar. Diperoleh data, bahwa sebelum puasa berat badan mencapai 70 kg. Ternyata, di hari ke 11 berat badannya turun sebanyak 3 kg menjadi 67 kg.
Pada hari ke 21, terukur berat badannya terus mengalami penurunan meskipun tidak sebesar periode pertama. la mengalami penurunan sekitar 1,5 kg menjadi 65,5 kg. Dan yang menarik, penurunan berat badan itu tidak berlangsung pada periode ketiga. Saat hari terakhir puasa, berat badannya justru naik kembali menjadi 66,5 kg. Sebuah berat badan ideal, karena ia memiliki postur dengan tinggi badan 169 cm.
Ternyata benar ungkapan Rasulullah saw bahwa dalam bulan Ramadhan itu kita bakal mengalami 3 tahap proses menuju keseimbangan kondisi secara alamiah. Tahap pertama rahmat, karena Allah membersihkan badan kita dari racun-racun yang membahayakan kesehatan lewat proses detoksifikasi.
Tahap yang kedua adalah maghfirah atau ampunan. Dalam 10 hari kedua itu Allah benar-benar memberikan ampunan kepada hambaNya yang berpuasa dengan mengembalikan kondisi badan yang tadinya mengandung banyak sampah metabolisme menjadi bersih. Dan kemudian meremajakan kembali bagian-bagian yang rusak.
Dan pada tahap ketiga, Allah menurunkan nikmatnya kepada orang-orang yang berpuasa dengan baik. Di tahap ketiga itu, badan kita berangsur-angsur menuju keseimbangan alamiahnya. Bahkan, berat badan yang tadinya mengalami penurunan, di tahap ini justru mengalami kenaikannya kembali untuk menuju kondisi normalnya. Maha benar Allah dengan segala firmanNya, sebagaimana disampaikan oleh RasulNya …
Selain berdampak secara lahiriah, tahapan puasa dalam bulan Ramadhan itu juga tampak dalam aktivitas yang bersifat batiniah. Pada skala batiniah, tahapan puasa memberikan motivasi yang besar kepada orang-orang yang sedang menjalankan puasa.
Tahapan itu ada kaitannya dengan sabda nabi “barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan dengan Iman dan penuh perhitungan, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang lalu maupun yang akan datang.
Sabda nabi ini mengarahkan kita agar tidak sembarangan dalam berpuasa. Ada dua hal yang dipersyaratkan, imanan dan wahtisaban. Yaitu ‘memahami’ dan ‘selalu mengevaluasi pelaksanaannya’.
Nah, berkaitan dengan itu, kita mengevaluasinya dalam 3 tahapan, masing-masing 10 hari. Sebab efek puasa memang tidak langsung dirasakan hari itu juga, melainkan butuh tenggang waktu untuk mengukur dampaknya. Sebagaimana yang terlihat secara lahiriah, kurun waktu 10 hari itu juga telah memperlihatkan dampaknya.
Pada sepuluh hari pertama, sebagaimana dampak lahiriyahnya, puasa kita akan menggelontor berbagai macam penyakit hati. Apakah penyakit hati yang bakal tergelontor? Banyak. Di antaranya adalah suka berbohong, sering menipu, pemarah, pembenci, sulit memaafkan, serakah, sombong, riya’, dan lain sebagainya.
Pada kondisi ini jika kita bisa ‘menghancurkan’ penyakit penyakit batiniah itu, maka dampaknya sungguh akan baik buat kebersihan dan kelembutan hati. Bahwa hati yang berpenyakit akan mendorong kualitas hati itu menjadi semakin jelek dengan cara mengeras, membatu, tertutup dan dikunci mati oleh Allah.
Maka, dengan puasa, sebenarnya kita sedang memproses hati kita agar semakin melembut. Caranya, begitulah, pada tahap pertama mesti bisa melenyapkan berbagai macam penyakit hati. Usahakan agar selama 10 hari pertama itu kita tidak ‘mengamalkan’ penyakit hati sama sekali. Puasa batiniah!
Jangan marah. Jangan berbohong. Jangan membenci. Jangan menipu. Jangan iri dan dengki. Jangan sombong. Jangan berkata yang tidak berguna. Bahkan, untuk ‘berpikir’ jelek pun jangan! Dan seterusnya.
Kendalikan sifat-sifat ini dengan kefahaman bahwa ini memang sifat yang merugikan siapa saja. Dan kemudian evaluasi terus, bahwa dari ke hari kemampuan kita mengendalikannya adalah semakin besar. Maka kalau kita bisa mengendalikannya selama 10 hari pertama, insya Allah kita bakal menerima rahmatNya, berupa, kondisi batiniah yang melembut.
Tiba-tiba saja kita begitu mudahnya untuk tidak marah. Begitu mudahnya untuk tidak berbohong. Begitu mudahnya untuk tidak dengki, iri dan sombong. Serta berbagai macam penyakit hati yang dilarang oleh Allah dan RasulNya. Ya, kita telah ketularan RahmatNya rasa mengasihi dan menyayangi orang lain dan siapapun di sekitar kita dengan sepenuh keikhlasan. Itulah 10 hari pertama dimana Allah menurunkan Rahmat bagi orang-orang yang baik puasanya.
Sepuluh hari ke 2 adalah ketika Allah menurunkan ampunanNya kepada hamba-hamba yang berpuasa. Ketika seseorang bisa mengendalikan dirinya untuk tidak berbuat jelek, tidak berkata buruk, dan tidak berpikiran jahat, maka sungguh ia telah memperoleh ampunan Allah.
Bahkan, ampunan itu bukan hanya sekarang saja, melainkan juga ‘dosa-dosanya’ di masa datang. Karena, sesungguhnya dia tidak akan berbuat dosa lagi lewat pikiran, ucapan, dan perbuatannya. la telah menjadi orang yang mampu mengendalikan dirinya.
Sepuluh hari yang ke 3, adalah saat-saat Allah mengkaruniakan Nikmat. Ya, betapa nikmatnya orang-orang yang telah mampu mengendalikan diri dengan baik. Selama 20 hari pertama dia telah mampu melatih dan membiasakan dirinya untuk tidak melakukan dosa-dosa yang membuat hatinya jadi ‘keruh’ dan mengeras.
Maka di sepuluh hari terakhir dia akan memetik kenikmatan. Apakah kenikmatan? Selama ini orang berpikir bahwa kenikmatan adalah terlaksananya segala keinginan yang menjadi cita-citanya. Padahal, definisi itu sangatlah rapuh. Mana mungkin ada orang yang terpuaskan atas keinginan-keinginannya. Apalagi, jika ia sangat menggebu-gebu dalam mencapai keinginannya.
Dia bagaikan mengejar fatamorgana. Seperti indah ketika masih jauh, tapi begitu didekati ternyata tidak seperti yang dia bayangkan. Begitulah manusia dalam mengejar kenikmatan. Ternyata, kebanyakan nikmat yang kita kejar adalah semu belaka.
Maka Allah mengajarkan kepada kita tentang kenikmatan itu. Bahwa kenikmatan yang sesungguhnya hanya bisa didapatkan lewat keimanan, sebagaimana Dia firmankan berikut ini.
“Lalu mereka beriman, karena itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu.” (QS. Ash Shaffat (37) : 148)
Apakah keimanan? Sekali lagi, keimanan adalah kefahaman yang mengarah kepada keyakinan. Dan lebih khusus lagi, keyakinan itu terkait dengan kefahaman tentang Allah dengan segala sunnatullahNya.
Kenikmatan hakiki adalah kenikmatan yang diperoleh lewat kefahaman. Bukan karena emosi alias hawa nafsu belaka. Kenikmatan yang didasarkan pada hawa nafsu secara emosional adalah kenikmatan yang semu. Bahkan, memiliki potensi untuk merusak sebagaimana telah kita bahas sebelumnya: “kalau hawa nafsu di jadikan ukuran kebenaran maka rusaklah langit dan bumi dan segala isinya.”
Maka, jika kita ingin memperoleh nikmat yang hakiki kita mesti memperolehnya secara iman lewat pendekatan akal. Bahwa kenikmatan adalah sebentuk manfaat yang terkait dengan kemampuan kita mengendalikan diri karena Allah semata.
Dalam kaitannya dengan puasa ini, maka di tahap 10 hari ke tiga itu, seseorang yang berpuasa, memang mulai bisa ‘menundukkan’ hawa nafsunya. Akalnya berfungsi lebih dominan dibandingkan kehendak emosionalnya. Dan lebih dari itu semua, ia melakukannya karena Allah semata.
Inilah kunci kenikmatan yang dijanjikan Allah kepada hamba hamba yang berpuasa pada etape 10 hari ke tiga. Setelah melewati masa ‘penggelontoran’ penyakit hati, dan masa ‘pengampunan’ dosa-dosa, maka orang yang berpuasa bakal merasakan betapa nikmatnya menjalani ibadah itu di akhir akhir Ramadhan.
la telah menemukan keseimbangan antara lahir dan batinnya. Antara fisik dan jiwanya. Maka, pada sepuluh hari terakhir itu seseorang yang berpuasa masuk ke tahapan spiritual. la sedang berproses untuk ‘bertemu’ Allah di dalam ibadah puasanya yang semakin intens.
Di sepuluh hari terakhir itu biasanya Rasulullah saw meningkatkan ibadahnya lebih hebat baik secara kualitas maupun kuantitas. Beliau biasanya masuk ke masjid untuk melakukan Itikaf, berkonsentrasi sepenuhnya dalam ibadah-ibadah yang semakin banyak dan khusyu untuk mencapai ‘puncak’ efek puasa. Inilah saat-saat terakhir yang sangat menentukan berhasil tidaknya puasa Ramadhan kita menjadi orang yang bertakwa.
Di sepuluh hari terakhir itu juga Allah menyediakan malam yang penuh barokah yaitu Lailat al Qadar. Yaitu malam yang digambarkan memiliki nilai sangat tinggi, lebih hebat dari 1000 bulan. Lebih jauh akan kita bahas di bagian berikutnya.
Sungguh, orang-orang yang bisa menjalani puasanya di sepuluh hari terakhir dengan baik, ia bakal menemui Lailat al Qadar yang penuh kenikmatan. Bukan hanya pada saat puasa Ramadhan, melainkan ia akan memperoleh pencerahan sepanjang hidupnya sehingga menjadi orang yang bertakwa orang yang dijamin Allah dengan berbagai kenikmatan
.
.
.