Mencermati Penerapan Pasal Pencemaran Nama Baik

Sungguhpun jaminan kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat, kebebasan berekspresi, dan kemerdekaan pers telah dinyatakan secara ekplisit, namun tak kurang banyak kasus yang menjerat warga negara Indonesia khususnya wartawan saat menyatakan pendapatnya secara lisan dan tulisan seperti contoh-contoh kasus ini: Dahri Uhum Nasution (Pemimpin Redaksi Tabloid Oposisi di Medan), Risang Bima Wijaya (Pemimpin Umum Harian Radar Yogya di DI Yogyakarta), Eddy Soemarsono (Pemimpin Redaksi Tabloid Investigasi di Jakarta), Bersihar Lubis (kolumnis di Jakarta), Karim Paputungan (Pemimpin Redaksi Harian Rakyat Merdeka di Jakarta), Simson M Dikko (Pemimpin Redaksi Tabloid Busur di Gorontalo), Darwin Ruslinur (Pemimpin Redaksi Tabloid Koridor di Lampung), Afdal Azmi Jambak (Pemimpin Redaksi Harian Transparan di Palembang), dan Bersihar Lubis (wartawan dan kolumnis)

Oleh karena itu, untuk lebih menjamin kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat, kebebasan berekspresi, dan kemerdekaan pers di Indonesia maka sebagian pengamat hukum berpendapat bahwa pemberlakuan Pasal 311 ayat (1), Pasal 310 ayat (2), dan Pasal 310 ayat (1) KUHP tentang fitnah, penghinaan dan pencemaran nama baik dengan lisan atau tulisan bertentangan dan tidak sesuai dengan Konstitusi terutama terhadap Pasal 28 E ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi:

”Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.”, Pasal 28 E ayat 3 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”, dan Pasal 28 F yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”

Selain itu hak dan/atau kewenangan dari para pemohon sebagai pribadi sebagaimana dijamin dalam Pasal 28 F UUD 1945 adalah untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Selain itu sebagai wartawan, hak dan/atau kewenangan konstitusional dari para pemohon sebagaimana dijamin dalam Pasal 28 F UUD 1945 jo Pasal 1 angka (1) dan angka (4) UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers adalah orang yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

Ancaman pidana penjara terhadap wartawan yang masih banyak bertebaran di dalam KUHP telah menebarkan ketakutan dan meningkatkan sensor diri dalam diri para wartawan merupakan sesuatu hal yang sebenarnya akan merugikan kepentingan masyarakat secara luas di masa depan.

Salah satu tugas, kewajiban, dan tujuan dari negara Republik Indonesia berdasarkan Alinea IV Pembukaan UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pers, dalam hal ini sangat berperan penting untuk membantu mewujudkan tujuan negara Republik Indonesia tersebut. Dengan pers yang merdeka masyarakat akan lebih melek informasi dan dengan mudah mendapatkan saluran untuk menyampaikan pikiran dan pendapatnya kepada para Pejabat negara dan atau aparat penyelenggara negara tentang sesuatu yang dirasakan dan dialami sendiri oleh masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehari-hari.

Berdasarkan Alinea IV Penjelasan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers pada Bagian Umum yang menyatakan ”Pers yang juga melaksanakan kontrol sosial sangat penting pula untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik korupsi, kolusi, dan nepotisme, maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya”. Tentu saja dalam kemerdekaan pers dibutuhkan pers yang profesional dan juga terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.

Di dalam alam kemerdekaan pers, tentunya masyarakat akan mendapat dua jenis pers, yaitu pers yang profesional dan pers yang dibuat untuk tujuan-tujuan dan niat jahat tertentu. Akan tetapi dalam situasi negara dan perangkat hukum yang sering menjatuhkan pidana penjara terhadap wartawan, maka masyarakat hanya akan mendapat satu jenis pers yaitu pers yang takut untuk menyuarakan kebenaran yang pemberitaannya seringkali dibungkus dengan sensor diri dan penghalusan bahasa yang berlebihan.

.

.

.

………….. [ … Read More … ] ……………