Faktor Penghalang Hidayah …

Wahyu dan akal adalah dua perkara yang memperluas peluang manusia untuk memperoleh hidayah. Akan tetapi, peluang tersebut menjadi sempit atau hilang karena muncul perkara-perkara yang menghalangi cahaya hidayah masuk pada diri manusia.Penghalang hidayah terbagi menjadi empat aspek, Yaitu:

1) Aspek keyakinan

Keyakinan yang salah dan buruk mempengaruhi kejiwaan manusia. Kekafiran dan kesyirikan merupakan keyakinan yang menutupi dan memalingkan jiwa dari petunjuk. Kekafiran atau tidak menyakini kebenaran hidayah (wahyu Allah) menyelimuti hati manusia hingga tertutup dari hidayah.

Bila keyakinan ini permanent yaitu tidak berubah dan tidak bertaubat maka tertutup dari hidayah hingga akhir hayatnya, akan tetapi bila tidak permanen yaitu ingin berubah dan bertaubat, maka masih memiliki potensi untuk mendapat hidayah. Permanen atau tidaknya keyakinan ini tergantung porsi penggunaan akal untuk memikirkan kebenaran hidayah. Banyak orang kafir dalam lintasan sejarah kemudian mendapat hidayah masuk Islam karena mau membuka hatinya terhadap petunjuk.

Proses masuk Islamnya sahabat Umar bin Khotthob setelah mendengar bacaan Al-Qur’an adiknya yaitu surat Tohaa menjadi bukti bahwa mau memahami dan merenungkan kebenaran menghantarkan kepada hidayah. Sebaliknya bila mereka semakin ingkar setiap diseru petunjuk, maka Allah akan menutup hatinya selamanya karena kekufuran mereka sendiri.

Kesyirikan adalah bentuk keyakinan mendua, artinya menyakini Allah I di satu sisi akan tetapi menyakini selain Allah di sisi lain, mencintai Allah disejajarkan dengan mencintai selain Allah. Akibatnya percaya Allah tapi mengunakan aturan selain Allah dalam menjalani kehidupan.

Muncullah perasaan berat menerima dan menjalankan agama Allah ketika berebenturan dengan kepentingan sekutu-sekutu selain Allah yang menjadi sesembahannya. Akhirnya, karena sekutu-sekutu selain Allah lebih nyata bagi mereka, maka mereka sering mendahulukan selain Allah dan melupakan Allah. Kebiasaan inilah yang menjadikan mereka semakin berat melangkah menuju petunjuk Allah.

2) Aspek perasaan

Perasaan lebih di dorong oleh naluri dari pada pemikiran. Sedangkan naluri di pengaruhi oleh pemahaman dan realita yang melingkupi hidup seseorang. Naluri yang di pengaruhi oleh pemahaman yang salah dan lingkungan yang buruk inilah yang melahirkan hawa nafsu. Jadilah hawa nafsu sebagai motor pengerak seluruh aktifitas kehidupannya layaknya sebagai tuhan. Ciri hawa nafsu adalah cenderung kepada keburukan dan menyukai kesesatan karena enjoy dan terbiasa denganya, kecintaan terhadap dunia lebih tinggi dari pada akherat hingga dunia menguasai dirinya, dan tidak dibangun oleh pemikiran yang jernih kecuali hanya sangkaan belaka. Bahkan mereka memandang baik dan indah perbuatan buruknya. Hal ini menjadi penghalang masuknya hidayah, karena sifat hidayah bertentangan dengan sifat hawa nafsu.

Apakah air bisa bercampur dan berpadu dengan minyak?

3) Aspek pemikiran

Cara berpikir terhadap hidayah (Wahyu Allah) menentukan seseorang memperoleh petunjuk atau kesesatan. Suka membantah hidayah tanpa ilmu atau banyak alasan dan pendapat dikemukan untuk menghindar dari hidayah menjadi batu penghalang yang besar bagi masuknya hidayah dalam diri.

Apakah hidayah bisa masuk kalau kita halang-halangi masuk ke diri kita dengan banyak alasan dan bantahan terhadapnya. Layaknya tamu yang akan masuk ke rumah kita, lalu kita katakan bahwa dia bukan tamu kita, atau kita katakan sebagai tamu tak diundang, dan kita memaki-makinya, maukah dia memasuki rumah kita?

4) Aspek perilaku

Cara bersikap terhadap hidayah juga menentukan apakah kita tetap dalam kesesatan atau senantiasa dalam hidayah. Mendengarkan lalu memahami hidayah adalah sama dengan sedang membuka pintu hidayah sedangkan menyakini sama dengan sedang memasuki pintu hidayah. Sebaliknya, tidak mendengarkan dan tidak mau memahami hidayah sama dengan menjauhinya.

Perilaku baik dan istiqomah dalam amal sholeh mendekatkan dengan hidayahnya. Sebaliknya terus menerus bermaksiat (fasiq) dan enggan bertaubat mendekatkan dengan kesesatan. Sikap melampaui batas, suka berdusta dan berbuat kerusakan menghalangi datangnya hidayah. Walhasil, kefasikan, kedzaliman yang kita biarkan menguasai jiwa kita adalah layaknya seperti pagar yang kita biarkan terkunci. Artinya seluruh perilaku buruk kita ibarat pagar terkunci yang kita letakkan di depan tamu (hidayah) sehingga tamu tidak bisa masuk rumah (jiwa).